Akhir masa kanak-kanak biasanya mulai pada usia 5 atau 6 tahun dan tepat pada waktu anak mulai sekolah. Ini adalah masa yang ditandai dengan pertum-buhan fisik yang kuat dan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual yang sangat penting. Pada akhir masa kanak-kanak, anak memperluas lingkungan kegiatan sosialnya di luar kalangan keluarga.
Pada masa ini anak menghadapi pengalaman bersaing. Kegagalan-kega-galan dan penolakan-penolakan sangat berarti baginya. Dengan bertambahnya perhatian terhadap tingkah laku etis dan moral, maka anak didorong oleh pera-saan akan kewajiban dan prestasi. Minatnya beraneka ragam dan pada masa ini bakat-bakatnya yang laten dapat ditemukah. Anak sering hidup dalam dunia khayalan, tetapi dia sering menguji khayalannya ini dengan bekerja dan ber-main. Dia meniru hidup orang dewasa dengan tujuan supaya dia dapat meng-ungkapkan dan memahami peran-peran orang dewasa dalam masyarakat. Bidang-bidang penyesuaian diri yang kritis dibagi menjadi tiga kategori: perkembangan fisik, penyesuaian diri di sekolah; dan sosialisasi.
Perkembangan Fisik
Rintangan, cacat, atau kelainan fisik yang mencolok dalam pertumbuhan dapat menyebabkan masalah penyesuaian diri yang berat bagi anak pada masa ini. Kekurangan-kekurangan ini tidak menguntungkan anak dalam berpartisipasi secara normal dengan kelompok, terutama pada tahap perkembangan ini pe-mahaman dan dukungan dan keluarga makin berkurang ketika dia bergerak menuju masyarakat. Anak-anak terkenal kejam karena mereka cenderung me-manfaatkan kekurangan-kekurangan fisik dari anak-anak lain. Oleh karena itu, kapasitas anak untuk menyesuaikan din terhadap masalah ini sangat tergan-tung pada perasaan aman yang diperolehnya dalam lingkungan keluarga.
Tetapi rintangan, cacat, dan masalah-masalah pertumbuhan itu tidak de-ngan sendirinya menyebabkan ketidakmampuan menyesuaikan diri secara emosional. Ketidakmampuan menyesuaikan din ini muncul dari sikap anak dan penilaiannya terhadap gambaran tubuhnya yang keduanya sangat dipe-ngaruhi oleh reaksi orang-orang lain di lingkungannya. Salah satu penyesuaian diri yang sangat umum terhadap cacat fisik ini ialah kompensasi yang dapat diungkapkan dengan mengembangkan secara berlebih-lebihan kemampuan khusus, mengembangkan sikap keberanian yang dibuat-boat, atau bahkan lari pada kenakalan atau tingkah laku lain yang menyimpang.
Penyesuaian Diri di Sekolah
Pergi ke sekolah berarti berpisah dengan orang tua, tunduk pada sejumlah norma yang ditetapkan oleh kelompok yang bukan keluarga, dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok, yang semuanya mungkin merupakan sum-ber stres bagi anak. Penanganan tuntutan-tuntutan itu oleh orang tua dan guru dapat membuat pengalaman di sekolah menjadi pengalaman yang sehat dan positif atau juga dapat menjadi rintangan bagi perkembangan kepribadian anak. Pengalaman-pengalaman biasa yang penuh risiko bagi perkembangan anak yang sehat di lingkungan sekolah adalah tekanan-tekanan yang sangat berat untuk mengatasi resistensinya terhadap perpisahan dari rumah, meletakkan ukuran-ukuran prestasi yang melampaui kemampuannya, kebiasaan meng-ancam dan menggertak anak untuk mengikuti tingkah laku model, kritik, dan omelan mengenai penampilan tingkah laku sosialnya, dan perlindungan orang tua secara berlebihan yang membatasi otonomi anak yang sedang tumbuh.
Beberapa masalah penyesuaian diri di sekolah merupakan akibat dari situasi sekolah saja. Tetapi lain halnya dengan masalah-masalah penyesuaian diri yang dasarnya telah diletakkan pada masa prasekolah dan dipercepat oleh stres-stres dari lingkungan sekolah. Masalah yang patut diperhatikan (oleh karena dampaknya dalam jangka panjang mempengaruhi potensi orang dewasa) adalah ketidakmampuan berhitung dan membaca. Ini kadang-kadang merupa-kan perkembangan dan ungkapan simtomatik dari gangguan-gangguan kepriba-dian yang mendasar. Dalam kasus-kasus lain, kegagalan-kegagalan di sekolah dapat menyebabkan gangguan kepribadian karena tekanan pada anak makin meningkat selama masa sekolah.
Sosialisasi
Ketika anak memasuki tahun-tahun akhir masa kanak-kanak biasanya dia mulai bergabung dengan kelompok dan dia menemukan tempatnya sendiri di antara eman-teman sebayanya. Melalui proses sosialisasi ini, dia mulai membedakan peran laki-laki dan wanita, menguji kemampuan-kemampuannya sendiri dalam nubungannya dengan kemampuan dari kawan-kawannya dan mempelajari :vberapa keterampilan social dasar. Apa saja yang mengganggu proses tersebut dapat menimbulkan stres dan gangguan kepribadian. Misalnya, tuntutan yang ierlalu berat bagi anak untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari di rumah, togas pekerjaan rumah yang diberikan sekolah yang membutuhkan waktu lama, dan tugas-tugas lain yang membatasi tingkah laku kelompoknya bisa sangat mengganggu perkembangan sosialnya, dan menimbulkan perasaan dendam yang berlangsung lama dalam dirinya. Kondisi-kondisi lain yang dapat merusak perkembangan anak adalah bila anak dikekang dan tingkah lakunya dibatasi sedemikian rupa agar anak turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang lebih me-nyenangkan orang tua daripada menyenangkan dirinya sendiri.
Anak yang memasuki masa kehidupan ini dengan perasaan malu, ter-kekang, atau tidak adekuat, mengalami masalah-masalah sulit dalam penye-suaian diri sama seperti anak yang terlalu dimanjakan dan menjadi egosentrik. Pengalaman-pengalaman kelompok yang berhasil dan memuaskan dapat menghilangkan perasaan malu dan terkekang dalam diri anak dan juga dapat menekan sifat yang terlalu banyak menuntut dan egosentrik. Tetapi, semua pengalaman kelompok anak tidak dapat direncanakan atau diawasi, serta sering kali masalah-masalah yang dibawanya ke dalam kelompok menjadi lebih parah karena diolok-olok, dikucilkan, dan dipetmainkan oleh kawan-kawannya.
Dalam seluruh perkembangan anak selama masa kanak-kanak, Thorpe (Thorpe, 1960:321) mengemukakan beberapa kondisi yang membantu menjaga kestabilan emosi dalam kehidupan selanjutnya sebagai berikut.
1. Fasilitas-fasilitas material yang memadai. Anak yang makanan bergizinya cukup dan yang diperbolehkan tidur menurut kebutuhan dan usia, serta kesehatannya dijaga dengan baik akan membentuk inti dasar bagi kes-tabilan emosi.
2. Kehidupan rumah tangga yang aman. Anak yang kebutuhan akan afeksi dan statusnya dipuaskan di rumah akan mengembangkan pandangan hidup yang pasti dan stabil.
3. Kesempatan-kesempatan untuk mengungkapkan diri. Anak yang diberi kesempatan cukup untuk mengungkapkan dirinya misalnya memilih kawan-kawannya sendiri, memilih pakaiannya, bekerja sama dalam meng-atur rumah tangga — akan membantu mengembangkan keseimbangan dan pengontrolan emosi.
4. Perlindungan terhadap tegangan emosi yang tinggi. Anak-anak kecil membutuhkan perlindungan terhadap pengalaman-pengalaman traumatis yang berat atau situasi-situasi menakutkan yang tidak dapat dipahami dan dinilainya, dan hendaknya selalu diusahakan agar anak-anak tidak menyaksikan orang tua mereka bertengkar terus-menerus.
5. Kesempatan-kesempatan untuk hidup sosial. Melalui hubungan sosial. emosi-emosi dikembangkan dengan cara-cara yang dianggap baik (diakui). Pengalaman seperti itu mengajarkan anak-anak untuk mengekang dan juga mengungkapkan emosi-emosi dengan cara yang dapat diterima oleh orang-orang yang menjadi kawan pergaulan mereka. Anak-anak yang ber-orientasi sosial belajar memikirkan kesejahteraan kawan-kawan seper-mainan dan dengan demikian membangun dasar bagi perkembangan sosial yang bercirikan kestabilan emosi.
Ketika anak memasuki masa praremaja, dia mengalami suatu perubahan yang jelas dalam minat-minat sosialnya dan kesadaran akan jenis kelamin. Pemben-tukan gang-gang dan klik-klik merupakan ciri khas dan kelompok usia ini. Loyalitas kepada gang atau klik menjadi lebih kuat daripada loyalitas kepada orang tua dan kakak-kakaknya. Kemampuan sosial anak diuji, tetapi banyak anak merasa malu ketika mereka mulai sadar akan munculnya masa remaja dan tuntutan sosialnya.
No comments:
Post a Comment